Himpunan Mahasiswa Psikologi FK Unhas
Divisi Penelitian dan Pengembangan Periode 2017/2018
All You Know About Motivation
Kata
motivasi sering kali kita dengarkan dalam keseharian kita. Sebuah kata yang
menggambarkan secara garis besar sebuah tujuan, harapan, keinginan dan gerakan
untuk mencapainya. Namun, apa sebenarnya motivasi itu?. Banyak orang menyatakan
bahwa kata motivasi memiliki artian yang sama dengan motif. Akan tetapi
kenyataannya tidaklah demikian. Pengertian mengenai motivasi dan motif
merupakan 2 hal yang berbeda, namun berasal dari akar kata yang sama, “movere” yang berarti gerakan atau
bergerak (Kalat, 2014).
Pengertian
motif merujuk pada sebuah dorongan dan pengarahan tingkah laku individu untuk
mencapai sebuah tujuan. Sedangkan motivasi lebih mengarah kepada determinasi
atas arah dan kemampuan seseorang untuk bertingkah laku sesuai tujuan
(Pettijohn, 1987). Motif berorientasi pada sebuah dorongan internal dari dalam
diri individu, yang ketika memperoleh sebuah pengarahan atas tujuan akan
bertransformasi menjadi motivasi. Lantas bagaimana ilmu Psikologi memandang
motivasi?
Sebagai sebuah
ilmu pengetahuan yang mempelajari aspek tingkah laku individu, para ilmuwan
Psikologi berusaha menjelaskan berbagai sudut pandang dalam membahas fenomena
atau gejala yang disebut dengan motivasi. Dalam tulisan ini akan dibahas
beberapa model teoritis tentang motivasi dan bagaimana dinamika yang terjadi di
dalamnya.
1.
Drive
Theory of Motivation
Ketika
kita lapar dan membutuhkan makanan, akan timbul sebuah dorongan dalam diri kita
untuk mengambil dan mengonsumsi makanan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh
kita. Dorongan inilah yang biasa kita sebut dengan rasa lapar. Ilustrasi di
atas memberikan gambaran bahwa seseorang akan berusaha mempertahankan kondisi homeostasis (dalam bahasa sederhana
disebut sebagai keadaan normal atau seimbang) dalam dirinya dengan memenuhi
kebutuhannya.
Drive theory
menggambarkan bahwa ketika timbul sebuah keadaan deviasi dari kondisi homeostasis, tubuh akan merespon dengan
memunculkan sebuah kebutuhan. Kebutuhan kemudian menjadi sebuah dorongan
psikologis (drive) untuk mengarahkan
tingkah laku menuju keadaan reduksi tegangan atau tension reduction. Setelah kebutuhan terpenuhi, tubuh akan kembali
pada kondisi awal dan hilangnya tegangan. Dengan hilangnya tegangan, dorongan
energi untuk bergerak pun menurun dan tidak lagi mengarahkan individu bertindak
memenuhi kebutuhannya. Drive theory
lebih menekankan pada dorongan yang berasal dari internal diri individu, atau
dengan kata lain banyak menjelaskan mengenai pemenuhan berbagai bentuk
kebutuhan dasar biologis tubuh manusia.
2.
Incentive
Theory of Motivation
Terkadang,
kita tidak melakukan sesuatu atas dasar pemenuhan kebutuhan dasar biologis
tubuh. Terkadang, kita bertindak atas dorongan dan pengaruh dari luar tubuh
kita. Keadaan ini menimbulkan sebuah pertanyaan, “Mengapa kita dapat bertindak demikian?”. Incentive theory berorientasi pada dorongan yang disebabkan oleh
pengaruh eksternal tubuh manusia.
Secara
umum incentive dapat dijelaskan
sebagai sebuah objek atau kejadian di sekitar manusia yang mendorong individu
untuk bertindak walau tanpa adanya dorongan biologis dari dalam tubuh. Terdapat
beberapa perbedaan mendasar antara drive
theory dan incentive theory. Drive
theory menekankan pada dorongan internal, bersifat biologis dan berpaut
pada sebuah siklus, sementara incentive
theory menekankan pada dorongan yang bersifat eksternal, hasil dari proses
belajar dan tidak bergantung pada deprivasi kondisi homeostasis tubuh. Prinsip hedonisme merupakan basis awal
perkembangan teori ini, dengan cakupan bahwa manusia bergerak untuk memuaskan
hasrat dan kebutuhannya serta menjauhi rasa sakit.
3.
Optimum-level
Theory of Motivation
Saat
seseorang merasa sangat lapar, maka ia akan tergerak untuk mengonsumsi sebuah
makanan untuk menghilangkan rasa lapar. Namun disaat kita merasa sangat kekenyangan,
maka akan timbul sebuah dorongan untuk menjauhi makanan. Hal yang kontradiktif
namun sering terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari.
Optimum-level theory
menjelaskan bahwa seseorang akan terdorong untuk meningkatkan kapasitas dorongan
dalam dirinya saat dorongan tersebut mencapai titik yang tergolong “sangat
rendah” (penurunan secara drastis) dan terdorong untuk mengurangi/mereduksi
dorongan tersebut saat mencapai titik yang tergolong “sangat tinggi”
(peningkatan yang sangat pesat). Hal ini ditujukan untuk mencapai sebuah
kondisi optimal dari dorongan dalam diri. Kestabilan di titik optimal dari
dorongan menjadi kunci utama/landasan teori ini.
Ketiga
teori motivasi di atas menggambarkan bagaimana sebuah dorongan terbentuk untuk
mengarahkan tingkah laku individu demi meraih sebuah tujuan. Di sisi lain,
beberapa ahli telah mencetuskan suatu model teori tentang motivasi yang
membahas secara spesifik bagaimana dorongan untuk bertingkah laku tercipta
dalam diri individu untuk mengejar sebuah tujuan yang spesifik. Beberapa
diantaranya adalah teori hierarki
kebutuhan Abraham Maslow dan teori motivasi McClelland.
1.
Teori Motivasi Abraham
Maslow
Ketika
seseorang merasa haus dan/atau lapar, maka orang tersebut akan berupaya untuk
memenuhi kebutuhannya sekalipun ia sedang berada di dalam situasi yang
membutuhkan atensi yang bukan pada kebetuhuhannya tersebut. Misalnya, saat kita
sebagai mahasiswa sedang mengikuti perkuliahan, tidak jarang kita ditemui oleh
rasa lapar. Rasa lapar ini membuat kita menjadi tidak fokus dengan materi yang
dijelaskan. Biasanya disebabkan oleh pertanyaan-pertanyaan kapan perkuliahan
berakhir dan/atau makanan apa yang akan disantap untuk menghilangkan rasa lapar
di perut.
Contoh
di atas ternyata telah dijelaskan sebelumnya oleh Abraham Maslow dalam teorinya
mengenai “Hierarki Kebutuhan”. Maslow menganggap bahwa manusia terus-menerus
ditermotivasi oleh satu atau lebih kebutuhan. Namun, dalam pemenuhannya,
seseorang akan memenuhi kebutuhan yang paling dasar terlebih dahulu, itulah
sebabnya teori ini dinamakan teori Hierarki Kebutuhan.
Teori
Hierarki Kebutuhan ini dapat digambarkan laiknya piramida dengan kebutuhan
dasar berada pada daerah yang paling bawah. Maslow membaginya dalam lima
tingkatan kebutuhan, yakni: physiological
needs (kebutuhan fisiologis), safety
needs (kebutuhan akan keamanan), love
and belongingness needs (kebutuhan akan cinta dan keberadaan), esteem needs (kebutuhan akan penghargaan),
dan self actulization needs (kebutuhan
akan aktualisasi diri) (Feist & Feist, 2010) .
a. Physiological Needs
Kebutuhan
fisiologis meliputi kebutuhan akan pemenuhan makanan, air, oksigen,
mempertahankan suhu, dan sebagainya. Kebutuhan ini berada pada tingkat paling
dasar dan memiliki pengaruh paling besar dari semua kebutuhan. Sehingga,
seseorang yang tidak mendapatkan pemuasan akan pemenuhan kebutuhan ini akan
membuat seseorang terlebih dahulu berupaya untuk memenuhinya sekalipun di saat
yang sama terdapat kebutuhan lainnya. Itulah sebabnya pada contoh di atas, kita
sebagai mahasiswa menjadi tidak fokus ketika mengikuti perkuliahan yang
disebabkan oleh perasaan lapar yang melanda diri kita saat itu. Walau begitu,
kebutuhan ini tidak serta harus terpenuhi semaksimal mungkin. Ketika seseorang
sudah merasa kebutuhannya ini tercukupi, maka biasanya seseorang akan
kehilangan dorongan untuk pemenuhan akan kebutuhan ini dan beralih pada
dorongan pemenuhan akan kebutuhan lainnya.
b. Safety Needs
Kebutuhan akan keamanan akan muncul
ketika kebutuhan fisiologis seseorang telah terpenuhi. Kebutuhan ini meliputi
keamanan fisik, stabilitas, ketergantungan, perlindungan, hukum, ketentraman,
dan keteraturan. Misalnya, kebutuhan akan tempat tinggal yang akan membuat
seseorang merasa nyaman dan aman dengan memperhatikan kondisi bangunan rumah sebagai
tempat tinggal ataupun kondisi lingkungan tempat ruamh itu akan berdiri
nantinya.
c.
Love
and Belongingness Needs
Ketika kebutuhan akan keamanan telah
terpenuhi, maka seseorang akan termotivasi dengan kebutuhan akan cinta dan
keberadaan. Kebutuhan ini meliputi keinginan untuk berteman, mempunyai pasangan
dan anak, dan seterusnya. Hal ini seringkali kita alami, ketika menempati tempat
tinggal yang baru, kita cenderung berupaya menjalin hubungan dengan tetangga,
misalnya mengadakan acara syukuran dengan mengundang tetangga kita atau juga di
saat kita mendapatkan tetangga baru, kita cenderung menyambutnya, sehingga ia
merasa diterima di lingkungan tempat tinggal barunya.
d. Esteem Needs
Laiknya kebutuhan-kebutuhan
sebelumnya, kebutuhan akan keamanan ini juga akan termotivasi ketika kebutuhan
sebelumnya telah terpenuhi. Kebutuhan ini meliputi penghormatan diri,
kepercayaan diri, status, dan lainnya. Maslow mengidentifikasi kebutuhan ini
dengan dua tingkatan kebutuhan, yakni reptuasi dan harga diri. Menurutnya,
reputasi merupakan persepsi akan gengsi, pengakuan, atau ketenaran yang dimilki
seseorang, dilihat dari sudut pandang orang lain. Sedangkan harga diri
merupakan perasaan pribadi seseorang bahwa dirinya bernilai atau bermanfaat dan
percaya diri. Misalnya, ketika kita sudah menjadi bagian atau menjalin hubungan
yang baik dengan tetangga, kita akan berupaya untuk tetap menjaga hubungan
tersebut dengan beberapa atau seringkali mengikuti kegiatan yang diadakan oleh
orang-orang di lingkungan tempat tinggal kita untuk mendapatkan penghormatan atau
status tertentu.
e.
Self-Actualization Needs
Kebutuhan ini berada pada tingkat paling
puncak akan hierarki kebutuhan Maslow. Berbeda dengan kebutuhan-kebutuhan
sebelumnya, kebutuhan ini tidak semua hadir atau muncul dari seseorang.
Kebutuhan ini meliputi pemenuhan diri, sadar akan semua potensi diri, dan
keinginan untuk menjadi sekreatif mungkin, dan sebagainya. Maslow berpendapat
bahwa dorongan terhadap kebutuhan ini akan muncul jika seseorang memiliki
nilai-nilai, yakni kemandirian, kejujuran, kebaikan, keindahan, keutuhan,
perasaan hidup, keunikan, kesempurnaan, kelengkapan, keadilan, kesederhanaan,
totalitas, membutuhkan sedikit usaha, dan humor.
Orang-orang yang mencapai level ini
dan memperoleh pemuasan akan kebutuhannya merupakan orang yang mampu mempertahankan
harga diri mereka bahkan ketika mereka dimaki, ditolak, dan diremehkan orang
lain. Hal ini disebabkan karena mereka yang berada pada level puncak ini telah
merasa cukup akan pemenuhan pada level sebelumnya, seperti perasaan cinta dan
keberadaan.
2.
Teori Motivasi
McClelland
Berbeda dengan Maslow yang berpendapat
bahwa kebutuhan lainnya akan muncul, ketika kebutuhan yang satu sudah terpenuhi,
McClelland berpendapat bahwa terdapat tiga kebutuhan, yakni Need for Achievement, Need for Power and Need
for Affiliation, yang dalam pemenuhannya kebutuhan ini tidak melalui masa transisi,
melainkan ketiga kebutuhan tersebut ada pada tiap-tiap individu, dengan salah
satu kebutuhan yang menonjol (Braden, 2000) .
a. Need
for Achievement (nAch)
Seseorang
dengan kebutuhan ini akan berupaya untuk mencapai tujuan sesuai dengan standar
yang telah ditentukan sebelumnya. Seseorang yang termotivasi akan kebutuhan ini
cenderung berupaya seoptimal mungkin dan mencari pemuasan dengan menghindari
resiko rendah. Menurutnya, pemuasan yang didapatkan dengan kegiatan beresiko
rendah hanya merupakan suatu keberuntungan belaka, bukan merupakan sebuah
prestasi. Oleh sebab itu, seseorang dengan nAch ini akan lebih senang untuk
menerima umpan balik, bahkan cenderung frustasi jika tidak menadaptkan umpan
balik tersebut.
b.
Need
for Power (nPow)
Kebutuhan
ini terdiri atas dua jenis, yakni personal dan institutional. Pesonal power merupakan dorongan
seseorang untuk mengarahkan orang lain, yang lebih cenderung kepada tingkah
laku yang tidak diinginkan bagi orang lain tersebut. Sedangkan, institutional power merupakan usaha
seseorang untuk memajukan suatu organisasi atau yang bersifatnya lebih sosial.
Individu
dengan nPow yang itnggi akan berusaha memberikan pengaruh padaorang lain karena
adanya perasaan bertanggung jawab, mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya,
dan mempercayai kemampuan mereka, sehingga ia tahu bagaimana dengan efektif
mampu memberikan dampak atau pengaruh pada orang lain.
c.
Need
for Affiliation (nAff)
Individu
dengan kebutuhan tinggi untuk afiliasi (nAff), cenderung memilih kerjasama
dalam persaingan, membutuhkan hubungan yang harmonis dan kebutuhan untuk merasa
diterima oleh orang lain. Mereka cenderung untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma
kelompok kerja mereka.
Referensi:
Braden, P. A. (2000). McClelland's
Theory of Needs. Parkesburg .
Feist, J., & Feist, G. J. (2010). Teori
Kepribadian Edisi 7. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika.
Kalat, J. W. (2014). Introduction to Psychology
Tenth Edition. Canada: Cengage Learning.
Pettijohn, T.F.
(1987). Psychology: A Concise Introduction. USA: The Dushkin Publishing Group Inc.